Jumat, 11 November 2016

Dalil Naqli berbakti kepada kedua orang tua dikala hidup dan ati

بِذِى اْلقُرْبَى وَ اْليَتَامَى وَ اْلمـَسَاكِينِ وَ اْلجَارِ ذِى اْلقُرْبَى وَ اْلجَارِ اْلجُنُبِ وَ الصَّاحِبِ بِاْلجَنْبِ وَ ابْنِ السَّبِيلِ وَ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Dan beribadahlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Berbuat baiklah kepada dua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan suka membangga-banggakan diri. [QS an-Nisa’/ 4: 36].
      Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Kemudian (setelah menyuruh bertauhid), Allah Subhanahu wa ta’ala memberi wasiat untuk berbuat baik kepada kedua orang tua. Karena Allah telah menjadikan mereka berdua sebagai sebab keluarnya engkau dari ‘tidak ada’ menjadi ‘ada’. Dan banyak sekali Allah menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua”. [Tafsir alqur’an al-Azhim: I/ 611].
          Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Di dalam ayat ini Allah ta’ala telah memerintahkan kaum mukminin untuk beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Di dalamnya juga terdapat perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, dengan cara mematuhi mereka dalam perbuatan ma’ruf, berbuat baik kepada mereka dan mencegah berbagai bahaya dari mereka”. [1]
          Berkata al-Imam asy-Syaukaniy rahimahullah, “Ayat ini menjadi dalil dengan menyebutkan berbuat baik kepada kedua orang tua setelah perintah beribadah kepada Allah dan larangan dari berbuat syirik kepada-Nya lantaran kebesaran hak keduanya”. [2]
          Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Allah Tabaroka wa ta’ala telah memerintahkan untuk mengibadahi-Nya saja tiada sekutu bagi-Nya. Karena Dia-lah Pencipta, Pemberi rizki, Pemberi kenikmatan lagi Pemberi karunia kepada makhluk-Nya pada seluruh keadaan. Maka Dia-lah yang berhak untuk ditauhidkan/ diesakan oleh mereka dan tidak mempersekutukan sesuatupun dari makhluk-Nya dengan-Nya.
Lalu Allah ta’ala telah mewasiatkan agar berbuat baik kepada kedua orangtua. Karena Allah telah menjadikan mereka berdua sebagai sebab keluarnya engkau dari ‘tidak ada’ menjadi ‘ada’. Dan banyak sekali Allah Subhanahu menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Kemudian Allah Menggandeng perbuatan baik kepada keduanya itu dengan perbuatan baik kepada para kerabat dari laki-laki dan perempuan”. [3]
قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَ لَّا تُشْرَكُوا بِهِ شَيْئًا وَ بِاْلوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَ لَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَ إِيَّاهُمْ وَ لَا تَقْرَبُوا اْلفَوَاحِشَ مَا ظَهِرَ مِنْهَا وَ مَا بَطَنَ وَ لَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِى حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكَمْ وَصَّاكَمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلَونَ
Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atasmu oleh Rabb mu yaitu, janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan kepada kamu supaya kalian memahami(nya).[QS al-An’am/6: 151].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Di dalam ayat pertama ini telah datang pengharaman akan 5 perkara yaitu, perbuatan syirik, mendurhakai kedua orang tua, membunuh anak-anak, melakukan perbuatan keji dan membunuh jiwa”. [4]
Katanya lagi, “((Berbuat baiklah terhadap kedua orang tua)) maka ini adalah merupakan perintah karena takdir (kalimat)nya adalah berbuat baiklah kalian kepada kedua orang tua. Perintah untuk melakukan sesuatu itu merupakan larangan dari kebalikannya. Maka perintah berbuat baik (kepada kedua orang tua) itu menetapkan pengharaman berbuat buruk dan berbuat buruk kepada kedua orang itu merupakan perbuatan durhaka kepada keduanya. Sedangkan durhaka kepada kedua orang tua itu diharamkan dan masuk dalam kandungan pengharaman yang telah disebutkan di dalam 3 ayat  ini”. [5]
وَ قَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَ بِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَ لاَ تَنْهَرْهُمَا وَ قُل لَّهُمَا قَوْلًا كَـرِيمًا وَ اخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَ قُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَـمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًا
Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ahh” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuhrasa sayang dan ucapkanlah, “Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku di waktu aku masih kecil”. [QS. Al-Isra’/ 17: 23-24].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Terdapat kewajiban beribadah kepada Allah ta’ala saja dan kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua yaitu bersikap baik kepada keduanya, mencegah bahaya dari keduanya dan mentaati keduanya dalam perbuatan ma’ruf. Terdapat kewajiban untuk mendoakan kebaikan untuk kedua orang tua dengan ampunan dan rahmat”. [6]
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Allah ta’ala berfirman dalam keadaan menyuruh (manusia) agar beribadah kepada-Nya saja tiada sekutu bagi-Nya. Lalu Allah ta’ala juga menyuruh agar berbuat baik kepada kedua orang tua dengan ucapan dan perbuatan. Maka tidak boleh engkau memperdengarkan kepada keduanya dengan tingkatan ucapan buruk yang paling hina yaitu ucapah ‘ahh’. Tidak boleh pula engkau mengibaskan tanganmu kepada keduanya karena itu adalah tingkatan perbuatan jelek yang paling rendah. Sebagaimana Allah ta’ala telah melarang dari perkataan yang buruk dan perbuatan yang jelek maka Allah ta’ala juga telah menyuruh kepada perkataan yang elok dan perbuatan yang baik. Yaitu ucapan santun, lemah lembut lagi penuh persahabatan dengan penuh sopan, penghormatan, pemuliaan dan rendah hati. Dan ingatlah, engkau berbuat seperti itu sedangkan keduanya telah mendahuluimu dalam perbuatan tersebut. Keduanya bersikap lemah lembut kepadamu ketika engkau masih kecil, keduanya begadang di waktu malam karenamu, keduanya menahan rasa lapar hingga engkau merasa kenyang dan keduanya-pun menahan dahaga sehingga engkau telah hilang rasa haus”. [7]
Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Semua ayat-ayat ini dan selainnya menunjukkan akan besarnya hak kedua orang tua. Allah Subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan tentang keadaan ibu. Bahwasanya ia telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah lagi bertambah lemah. Yaitu dari sejak mengandungnya sampai ia melahirkannya sedangkan ia dalam keadaan lemah, sulit dan payah. Demikian pula ketika melahirkan, sebagaimana Allah ta’ala telah berfirman ((Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). QS al-Ahqaf/ 46: 15)). Semua penjelasan ini merupakan sebab akan hak ibu yang sangat besar.
Kemudian Allah ta’ala telah menyebutkan keadaan yang paling berat bagi kedua orang tua. Allah ta’ala berfirman ((Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ahh”. QS Luqman/ 31: 23)) karena kedua orang tua apabila telah mencapai usia lanjut maka jiwanyapun akan merasa lemah. Sehingga kedua-duanya akan menjadi beban bagi anaknya. Namun disamping itu Allah telah berfirman ‘janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ahh” yaitu janganlah kamu mengatakan ‘Sesungguhnya aku bosan kepada kalian berdua’. Tetapi pergaulilah keduanya dengan lemah lembut, perbuatan baik dan santun. Jangan membentak keduanya dan ucapkanlah kepada keduanya ucapan yang mulia. Yaitu sambutlah (ucapan) keduanya dengan sambutan yang baik lantaran kebesaran hak mereka berdua”. [8]
Berkata Nizham Sakkajaha, “Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Islam itu telah menjadikan untuk kedua orang tua, yaitu hak (dari anak-anak keduanya) untuk berbuat baik, bersikap lemah lembut, memperhatikan dan menyayangi keduanya. Dan menguatkan hak ini dengan menggandengnya dengan hak Allah (dari para hamba-Nya) untuk memuliakan-Nya dan menyempurnakan hak-Nya”. [9]
وَ وَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَ إِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُـنتُمْ تَعْمَلُونَ
            Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah engkau mengikuti keduanya. Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku akan kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS. Al-Ankabut/ 29: 8].
            Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Allah ta’ala berfirman dalam rangka memerintahkan para hamba-Nya agar berbuat baik kepada kedua orang tua setelah memotivasi mereka untuk berpegang teguh dengan mentauhidkan-Nya. Karena kedua orang tua itu adalah penyebab keberadaan manusia dan kepada keduanyalah ada tujuan berbuat baik. Maka ayahnya yang memberi nafkah sedangkan ibunya yang menuangkan rasa kasih sayang”. [10]
          Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Terdapat kewajiban berbuat baik kepada kedua orang tua dalam perbuatan ma’ruf dan tidak boleh mentaati keduanya dalam perbuatan munkar semisal perbuatan syirik dan berbagai kemaksiatan. Terdapat kabar gembira bagi orang-orang mukmin yang mengerjakan amal-amal shalih dengan dimasukkannya mereka ke dalam surga beserta para nabi dan golongan siddiqin”. [11]
وَ وَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَ وَضَعَتْهُ كُرْهًا وَ حَمْلُهُ وَ فِصَالُهُ ثَلَاتُوْنَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَ بَلَغَ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً قَالَ رِبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَ عَلَى وَالِدَيَّ وَ أَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَ أَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِى إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَ إِنِّى مِنَ اْلمـُسْلِمِينَ أُولَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَّبَلَ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَ نَتَجَاوَزُ عَن سَيِّئَاتِهِمْ فِى أَصْحَابِ اْلجَنَّةِ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِى كَانُوا يُوْعَدُونَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang tuanya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, “Wahai Rabbku, tunjukkilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridloi. Berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. Mereka Itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami akan ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka. [QS. Al-Ahqof/ 46: 15-16].
Berkata al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah, “Yaitu Kami telah memerintahkan manusia untuk berbuat baik kepada keduanya dan menaruh rasa kasih sayang kepada keduanya”. [12]
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Yaitu Kami perintahkan dengan perintah yang lebih tegas yakni wasiat untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya yaitu ibu dan ayahnya. Hal itu dengan cara mencegah bahaya dari keduanya, memberikan kebaikan untuk keduanya, mentaati keduanya dalam perkara ma’ruf dan juga berbuat baik kepada keduanya setelah keduanya wafat”. [13]
وَ إِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَ هُوَ يَغِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ وَ وَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أَمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَ فِصَالُهُ فِى عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْلِى وَ لِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ اْلمـَصِيْرُ وَ إِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَ صَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَ اتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُـنتُمْ تَعْمَلُونَ
 Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan sesuatu dengan-Ku yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu. Maka janganlah kamu mematuhi keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [QS. Luqman/ 31: 13-15].
Berkata asy-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza’iriy hafizhohullah, “Yaitu Kami telah memerintahkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya yaitu ibu dan ayahnya. Berbuat baik kepada keduanya itu dalam bentuk mendermakan perbuatan ma’ruf untuk keduanya, mencegah bahaya dari keduanya dan mentaati keduanya dalam perbuatan ma’ruf”. [14]
Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Allah Subhanahu mengkhabarkan bahwasanya Ia telah mewasiatkan kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Karena ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah tatkala melahirkan den lemah ketika mendidik dan menyusui setelah dua tahun melahirkannya. Tujuan Allah Azza wa Jalla mengingatkan akan pengajaran sang ibu, keletihan dan kesulitannya lantaran begadang di waktu malam dan siang hari hanyalah agar sang anak menjadi ingat untuk berbuat baik kepada keduanya. Maka balasan untuk kedua orang tua adalah berbuat baik (kepada keduanya) karena balasan berbuat baik itu adalah kebaikan pula (yakni surga)”. [15]
                Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Maka ibu merasa letih pada saat mengandung, melahirkan, setelah melahirkan dan menyayangi anaknya melebihi rasa sayang ayahnya kepadanya. Oleh karena itu, ibu adalah orang yang paling berhak untuk dipersahabati dan diperlakukan dengan baik, sehingga lebih dari pada sang ayah. Sebagaimana di dalam sebuah hadits, dari Abu Hurairah radliyallahu anhu berkata, ‘Seseorang pernah datang menemui Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rosulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk dipersahabati/ dipergauli dengan baik?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. Ia bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. Lalu ia bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?”. Beliau menjawab, “Ibumu”. Orang itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?”. Beliau menjawab, “Ayahmu”. [HR al-Bukhoriy: 5971 dan Muslim: 2548]. [16]
            Ayah juga merasakan keletihan dalam (merawat) anak-anaknya, merasakan kecemasan seperti kecemasan mereka, berbahagia sebagaimana kebahagiaan mereka dan berusaha dengan berbagai sebab yang dapat membuat kelapangan, ketentraman dan kebaikan hidup mereka. Ia melintasi padang pasir dan tanah tandus dalam rangka memperoleh penghidupan untuknya dan anak-anaknya”. [17]


0 komentar:

Posting Komentar